Rabu, 10 Juli 2013

REBT

Aprilia Fitriyanti
11.0301.0006



PEMBAHASAN

1.     Pengertian REBT
       Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak.
       Yang dimaksud dengan konseling RET atau yang lebih dikenal dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah konseling yang menekankan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), dan berperilaku (acting). Teori ini juga menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Menurut Ellis manusia itu bersifat rasional dan irasional.

2.     Konsep Dasar REBT
              Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu  yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC yaitu :
a.       Antecedent Event (A), yaitu segenap peristiwa luar yang dialami individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain. Perceraian dalam keluarga, kelulusan bagi siswa, dan putus hubungan merupakan contoh antecedent event bagi seseorang.
b.      Belief (B), yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu :
1)        Keyakinan yang rasional (rational belief rB) merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal dan bijaksana.
2)        Keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief iB) merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional dan tidak produktif.
c.       Emotional consequence (C), merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecedent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan B yang rB maupun yang iB.
       Selain itu, Ellis juga menambahkan D, E dan F untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Sehingga lahir perasaan (feelings; F) yaitu perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Teori pendekatan DEF dari Ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian: D (disputing intervention) E (effect) F (new Feeling)
·         D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini :
Ø  Pertama : klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Ø  Kedua : klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ø  Ketiga : klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional.
·         E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling
·         F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.             
3.      Pandangan Terhadap Manusia
       Teori Rasional Emotif Behaviour Terapi (REBT) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berfikir rasional dan jujur maupun berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualkan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan kearah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhyul, intoleransi, perfeksionisme dan mencela diri, serta menghindari pertubuhan dan aktualisasi diri. Manusia pun berkecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
       Manusia tidak ditakdirkan untuk menjadi korban pengkondisian awal. REBT menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakatnya. Bagaimanapun, menurut REBT, manusia dilahirkan dengan kecendrungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya; jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain (Ellis, 1973a, h. 175-176).
       REBT menekankan bahwa manusia berfikir, beremosi, dan bertindak secara simultan. Jarang manusia beremosi tanpa berfikir, sebab perasaan-perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik. Sebagaimana dinyatakan oleh Ellis (1974), “Ketika mereka beremosi, mereka juga berfikir dan bertindak. Ketika mereka bertindak, mereka juga berfikir dan beremosi. Ketika mereka berfikir, mereka juga beremosi dan bertindak” (h. 313). Dalam rangka memahami tingkah laku menolak diri, orang harus memahami bagaimana seseorang beremosi, berfikir, mempersepsi dan bertindak. Untuk memperbaiki pola-pola yang disfungsional, seseorang idealnya harus menggunakan metode-metode perseptual-kognitif, emotif-evokatif, dan behaviouristik-redukatif (Ellis,1973a, h 171).
       Menurut Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecendrungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Orang-orang memiliki kesanggupan untuk mengonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan mereinduktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan, dan nilai-nilai yang berbeda. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku yang berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berfikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian  masa lampau yang pasif.
       Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interprestasi dan filosofi yang didasari maupun tidak disadari oleh individu. Hambatan emosional adalah akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan penuh prasangka. Berpikir irrasional itu diawali dari berpikir yang tidak logis yang diperoleh dari orang tua dan kultur tempat dibesarkan.
4.     Asumsi Perilaku Bermasalah
       Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif, perilaku bermasalah merupakan perilaku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional. Adapun ciri-ciri berpikir irasional adalah :
a.       Tidak dapat dibuktikan
b.      Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu
c.       Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif
Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional disebabkan oleh :
a.       Individu tidak berpikir jelas tentang saat ini dan yang akan datang, antara kenyatan dan imajinasi
b.      Individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain
c.       Orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media
Indikator sebab keyakinan irasional adalah :
a.       Manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan
b.      Banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum
c.       Kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya
d.      Lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk menghadapi dan menanganinya
e.       Penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut
f.       Pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentukan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang
g.      Untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural
h.      Nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.
       Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran­-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya :
a.       Mengabaikan hal-hal yang positif
b.      Terpaku pada yang negatif
c.       Terlalu cepat menggeneralisasi
Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke­yakinan irasional :
a.       “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”
b.      “Orang lain harus memahami dan mempertimbang­kan saya, atau mereka akan menderita”.
c.       “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”.
5.      Tujuan Konseling
Tujuan dari Konseling RET ini antara lain :
a.       Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
b.      Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
       Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
a.       Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
b.      Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
c.       Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
a.       minat kepada diri sendiri,
b.      minat sosial,
c.       pengarahan diri,
d.      toleransi terhadap pihak lain,
e.       fleksibel,
f.       menerima ketidakpastian,
g.      komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
h.      penerimaan diri,
i.        berani mengambil resiko,
j.        menerima kenyataan.
       Ellis berulang kali menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya.
6.      Hubungan dan Fungsi antara Konselor-Konseli
       Terapis berfungsi sebagai guru dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
       Aktivitas-aktivitas therapeutic utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia menginternalisasi keyakinan-keyakinan dogmatis yang irasional dan takhyul yang berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
       Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik yaitu :
a.       Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah laku
b.      Menantang klien untuk menguji gagasan-gagasannya
c.       Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan pemikirannya
d.      Menggunakan suatu analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien
e.       Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan
f.       Menggunakan absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
g.      Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki landasan empiris
h.      Mengajari klien bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan yang irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa dan berperilaku yang merusak diri
7.     Karakteristik Konseli
       Nelson-Jones (Latipun, 2001: 97) menjelaskan bahwa karakteristik cara berpikir irrasional yang dapat dijumpai secara umum yaitu :
a.       Terlalu menuntut, hasrat, pikiran, dan keinginan yang berlebihan membuat individu mengalami hambatan emosional
b.      Generalisasi secara berlebihan, berarti individu mengingat sebuah peristiwa atau keadan diluar batas-batas yang wajar
c.       Penilaian diri, seseorang harus bisa menerima dirinya tanpa syarat
d.      Penekanan, penekanan ini akan mempengaruhi individu dalam memandang antecedent event secara tepat dan karena itu digolongkan sebagai cara berpikir irrasional
e.       Kesalahan atribusi, kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku baik dilakukan sendiri, orang lain, atau sebuah peristiwa
f.       Anti pada kenyataan, terjadi karena tidak dapat menunjukkan fakta empiris secara tepat
g.      Repetisi, keyakinan yang irrasional cenderung terjadi berulang-ulang.

8.     Teknik-teknik REBT
       Teknik-teknik konseling REBT menurut Willis adalah teknik yang berusaha menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri. Pendekatan konseling REBT menggunakan berbagai teknik yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Teknik-teknik emotif (afektif)
1)      Teknik Assertive Training, teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri konseli.
2)      Teknik Sosiodrama (Bermain peran), teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
3)      Teknik Self Modeling, teknik yang bertujuan menghilangkan perilaku tertentu dimana konselor menjadi model, dan klien berjanji akan mengikuti

b.      Teknik-teknik Behavioristik
1)      Teknik reinforcement (punishment and reward), teknik untuk mendorong konseli kearah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). Teknik ini dimaksudkan untuk membongkar system nilai dan keyakinan yang irrasional pada konseli dan menggantinya dengan system nilai yang positif.
2)      Teknik Social Modeling, teknik untuk membentuk tingkah laku baru pada konseli. Teknik ini dilakukan agar konseli dapat hidup dalam model social yang diharapkan dengan imitasi (meniru), mengobservasi dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam system model social dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
c.       Teknik-teknik Kognitif
1)      Home Work Assigments, yaitu teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan. Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
2)      Teknik Bibliotherapi, teknik dengan pemberian bahan bacaan
3)      Teknik diskusi
4)      Teknik simulasi, teknik dengan memainkan peran antara konselor dengan klien
5)      Teknik Gaming, teknik dengan melakukan permainan

9.     Analisis
       Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di miliki nya.
       Dalam proses hubungan konseling harus tetap diciptakan dan dipelihara hubungan baik dengan klien. Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
       Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
       Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien.
Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

       Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan  Rational-Emotive Behavior Therapy (REBT) di kembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandanagan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat melalui belajar social. Di samping itu, individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irasionalnya ke pikiran yang rasional melalui teori ABCDE.











                                                                                  



DAFTAR PUSTAKA
Corey, Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Refika Aditama.
Latipun. 2010. Psikologi Konseling. Malang : UMM Press.
http://dhiyan-psikologiasyik.blogspot.com/2008/06/terapi-rasional-emotif.html
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-rasional-emotif/
http://eanun17trwn.blogspot.com/2011/01/konseling-rasional-emotif-behaviour.html
http://boharudin.blogspot.com/2011/04/rational-emotive-behavior-therapy.html
http://erliemath08.blogspot.com/2012/03/bimbingan-konseling.html








Tidak ada komentar:

Posting Komentar